Selasa, 16 Februari 2010

Kuliah: Biar dapet Ilmu atau dapet IP bagus?

Oleh: M Ghufron Mustaqim

Mulai senin depat aku udah mulai Semester II. Setelah kemarin libur lebih dari empat minggu. Untuk semester ini aku ngambil 24 SKS (atau 23 itu ya?). Ada Hukum Internasional, Sistem Sospol Indonesia, Kewarganegaraan, Kapita Selekta Kawasan, Organisasi Internasional, Pengantar Studi HAM, dan Pengantar Studi Demokrasi. Tentunya mengapa aku bisa mulai semester dua karena aku udah ujian di semester satu dan sekarang udah tahu hasilnya.

Hasilnya? Mau tahu? Aku dari 8 matakuliah yang aku ambil kemarin, udah 7 makul yang keluar. IP sementara 3,49. Semoga yang satu lagi dapat A biar bisa dongkrak nilai n cumloud. Aku sempat banyak menggerutu karena IP ku yang nggak sesuai rencanaku. Sebenarnya awal semester aku udah nge-set untuk dapat IP 4. Perfect! Karena bagiku itu tuh bagus buat personal image. Tapi kemudian aku pikir-pikir lagi, emang IP segitu pentingnya ya sehingga harus perfect?

Aku saat ini baru sadar bahwa aku tidak perlu menggerutu gara-gara IP ku yang tidak maksimal seperti ini. Ya, mungkin teman-teman sekelasku bisa dapat IP lebih bagus. Aku ucapkan selamat buat mereka. Namun, yang harus aku segera pahami bahwa IP hanyalah salah satu indicator kesuksesan studiku di kuliah. Maksudnya, IP buruk (tapi jangan buruk-buruk amat, setidaknya cumloud 3,5 lah) bukan berarti kapasitas intelektual ku kalah sama yang IP nya lebih tinggi dari iku. Karena mendapatka IP sempurna itu disebabkan oleh multifactor, selain kepandaian, yang terutama adalah ketekunan dan yang kedua adalah tipikal dosen. Tekun itu sangat berkaitan sama konsentrasi. Seorang yang memiliki intensitas aktivitas dalam atau luar kampus yang sedikit pasti bisa lebih konsentrasi sehingga bisa lebih tekun. Selain karena itu, tekun juga disebabkan oleh bawaan pribadi sih. Terutama cewek tuh yang banyak bawaannya tekun. Nah, kalau factor dosen sih memang kadang-kadang membuat IP itu nggak lagi fair. Dalam mata kuliah yang sama tapi dosen yang berbeda, standard mana yang layak dapat A atau B itu berbeda-beda. Ada yang killer dalam artian ngasih nilainya pelit, ada yang mudah. Sehingga dua mahasiswa yang secara kemampuan sama, ketika belajar dari dosen yang berbeda, bisa saja mendapatkan nilai yang berbeda. Sehingga pada akhirnya, aku menyimpulkan, sudahlah nggak usah pusing-pusing IP yang nggak sempurna, mendingan sekarang pikirin aja semester-semester selanjutnya.

Sekarang yang aku jadi patokkan kepuasan akademis kuliah adalah tentang seberapa luas ilmu pengetahuan yang bisa kita kuasai dari kuliah. Hal ini bisa dibuktikan dengan seberapa banyak dan berkualitas tulisan-tulisan kita, kontribusi kita di diskusi kelas, dan jawaban-jawaban yang kita berikan sewaktu presentasi. Selama kita masih bisa melakukan itu semua, cukuplah itu sebagai parameter kesuksesan akademis dan berpuaslah. Memang kalau dipikir orang yang seperti ini layak mendapatka IP yang sempurna. Namun ternyata bisa nggak karena orang ini bisa saja tidak tekun karena harus melakuakn multi tasking, dan oleh factor eksternal yang lain seperti dosen, tutor dll.

Selanjutnya, untuk mengcompromise IP kita yang nggak sempurna tadi kita harus membuktikan kalau kita masih punya another comparative advantage. Maksudnya skill yang jadi keunggulan kita, yang itu tidak diberikan di kelas sehingga jarang yang memilikinya, namun masih dalam konteks lingkup untuk mendukung akademik. Misal saja, kamu mendapatkan IP hanya 3,6, tapi kamu adalah penyiar radio sehingga skill presentasimu bagus, atau kamu jadi jurnalis di majalah kampus sehingga memiliki tulisan yang menarik. Pokoknya, comparative advantage itu harus ada. Mengapa? Karena itu lah yang akan tetap membuatmu stay out from the crowds, di atas rata-rata, terkenal, dan punya kebanggaan sehingga kamu diperhitungkan dan dihormati. Kalau aku, saat ini kan aktif di EDS (English Debating Society) UGM. Semacam klub debat universitas. Di komunitas ini aku dibiasakan berpikir kritis, memiliki perspektif yang beragam, dan menjadi public speaker yang bagus. Hal ini membuatku memiliki comparative advantage sebagai mahasiswa yang presentasinya ya “lumayanlah” di mana di saat kelompok-kelompok lain tidak dikasih tepuk tangan, eh waktu punyaku tepuk tangan ya “adalah.” Selain itu aku juga sering memproduksi tulisan-tulisan (note) kritis dan menarik (apa?) di facebook (komennya lebih dari 80an). Sehingga dari kedua hal itulah aku bisa memiliki comparative advantage sehingga tetap bisa eksis.

Sehingga at the end of this article aku cuma ingin mengingatkan, kuliahlah untuk memperbanyak ilmu, jangan pilih-pilih dosen hanya untuk IP bagus padahal tahu sendiri Mata Kuliahnya mungkin nggak kontributif terhadap minat kita. Milikilah comparative advantage, dan sukseslah kuliah kita. IP tidak sempurna bukan lah indicator bahwa secara intelektual kalah sama yang dapat IP lebih tinggi. Ingatlah factor eksternal-eksternalnya. Dan, selamat kuliah!

3 komentar:

Anonim mengatakan...

apalah artinya ip bagus kalau itu semua didapatkan dengan cara yang curang. dapat ilmu banyak insya Allah ip akan berbanding lurus

Anonim mengatakan...

iya...yang penting kita ikhtiar dulu! hasil ma serahin yang Diatas!

aqua mengatakan...

tanggal 4 agustus 2010,
ghuf, aku benedictte putri wikandari ni,
aku tetep pingin dapet IP bagus, ortuku nuntut IP di atas 3 klo aku pinginnya bisa cumlaud juga sama di suruh blajar b.inggris di ELTI lagi jadi aku balik ke level 4B dulu yang sempet tak tinggal. Karena 2 fakto itu dirasa penting oleh ortuku buat kelanjutan studiku